Wednesday, September 25, 2013

FOREX: SHORCUT TO MONEY

 

Stefan Sikone 

Sambil menyodorkan tangan kanannya kepadaku orang yang baru saja duduk di sampingku mengatakan, perkenalkan nama saya: Ilham. Sebaliknya saya juga memegang tangannya erat dan memperkenalkan diri, namaku Stefan Sikone. Demikianlah perkenalan singkat di atas bus Mila Sejahtera antara saya dan Ilham dalam perjalan dari Solo ke Surabaya. 

Ilham kemudian bertanya kepadaku, kalau boleh tahu, apa bisnis yang sedang bapak tekuni? Melihat sorotan matanya, Ilham nampaknya sengaja bertanya kepadaku bukan untuk mengetahui apa yang kulakukan tetapi sebaliknya Ilham ingin supaya apa yang dilakukannya segera diceritakan kepadaku. Lalu saya balik bertanya, lha kalau pak Ilham, bisnisnya apa? Segera saja Ilham menjawab pertanyaanku, kalau saya sejak beberapa tahun yang lalu merintis dan menekuni bisnis makanan, saya membuka sebuah warung nasi goreng di Semarang. Alhamdulilah, sampai sekarang saya sudah berhasil membuka 5 buah cabang di Semarang dan sekitarnya. Lumayan ramai warung saya dan sekarang saya hendak ke Surabaya untuk survey lokasi dan akan segera membuka cabang di Surabaya. Ilham berapi-api bercerita tentang usahanya yang nampaknya sangat sukses. Omsetnya katanya sangat besar bisa mencapai 75 juta sebulan. Setiap hari warung nasi gorengnya di enam lokasi yang ada di Semarang pengunjungnya silih berganti. Saya termanggut-manggut mendengar cerita si Ilham ini karena roman mukanya menampakkan roman yang sukses. Ilham ini memang aslinya suka pamer ternyata. Namun saya bisa memahami bahwa bisnis nasi goreng yang ditekuninya itu perlu dipamerkan agar banyak orang bisa kenal dengan warungnya dan siapa tahu saya juga akan mampir di warungnya dan merasakan nasi goreng si Ilham ini. Inilah strateginya untuk memperkenalkan bisnisnya. 

Setelah bercerita panjang lebar tentang bisnisnya itu, Ilham bertanya kalau pak Stefan bisnisnya apa? Dengan rendah hati saya mulai bercerita. Saya merintis sebuah usaha kecil di Salatiga sejak tahun 2002 yakni membuka sebuah rental komputer yakni untuk pengetikan, penerjemahan dari bahasa Inggris ke Indonesia dan sebaliknya, analisis statistik. Tidak banyak yang kuperoleh seperti pak Ilham karena usaha saya masih sangat kecil namun bila hasilnya ya bisa untuk kehidupan keluarga selama satu bulan begitu. Perkembangan usahaku ini memeang termasuk lambat namun syukurlah bahwa hingga tahun tahun ini masih tetap eksis. Tanpa sadar kami akhirnya tiba di Surabaya dan terpaksa harus berpisah. 

Beberapa tahun kemudian yakni tahun 2010 saya bertemu lagi dengan pak Ilham di Semarang. Saya ingin makan nasi goreng dan tanpa sadar saya masuk ke warungnya pak Ilham. Pak Ilham inilah yang menyapaku terlebih dahulu, hai, pak Stefan…masih ingat waktu kita dalam perjalanan dari Solo ke Surabaya? O…iya pak Ilham. Pak Ilham waktu itu sangat bersemangat untuk bercerita tentang bisnis warung nasi goreng di atas bus Milla Sejahtera. Saya termotivasi betul dengan cerita pak Ilham. Jawab pak Ilham…benar inilah warung nasi goreng yang saya ceritakan waktu itu. Lihat…pengunjungnya sungguh banyak. Dan memang kalau saya amati…warung nasi goreng pak Ilham memang ramai pengunjungnya. Pak Ilham memang seorang yang tekun, lagi ramah. Semua pengunjungnya disapa, membuat para pengunjung merasa merasa krasan untuk makan di warung nasi goreng pak Ilham. 

Pak Ilham lalu bertanya kepadaku tentang rental komputerku yang pernah kuceritakan. Apakah masih eksis? 

Saya bilang…pak Ilham sejak tahun 2007 saya merintis sebuah usaha yang baru yakni perdagangan valuta asing atau trading forex. Ketika trading forexku berkembang, saya memutuskan untuk perlahan-lahan meninggalkan rental komputer yang sudah berjalan sekitar 8 tahun sejak tahun 2002. Lha alasannya apa sehingga ditinggalkan? 

Kini sambil makan nasi gorengnya pak Ilham saya mulai bercerita panjang lebar. Saya memang memutuskan untuk meninggalkan rental komputer yang telah saya rintis dengan susah payah bertahun-tahun lamanya dan kini sudah menjadi pegangan hidupku dan keluargaku. 

Ini alasanya yang membuatku meninggalkan rentalku. Pindah kontrakan ke tempat yang sepi pengunjung. Tahun 2009 saya bersama isteri dan anak-anakku harus pindah dari rumah yang kami kontrak di Jl. Jambe Wangi 14 karena pemiliknya akan segera menjual rumahnya. Kami tidak memiliki alasan untuk pergi dari rumah itu yang kebetulan juga menjadi tempat usaha kami untuk melayani pengetikan, terjemahan, analisis statistik, kursus komputer. 

Dari Jambe Wangi kami pindah ke sebuah rumah sederhana di Tegalrejo, Salatiga. Di sana kami benar-benar kekosongan order untuk rental pengetikan. Kalau mau cerita, sebenarnya ketika pindah ke Tegalrejo, praktisnya rental sudah mati karena tidak ada satupun yang order, soalnya juga tempat kami tinggal sekarang memang bukan lingkungan kampus seperti sebelumnya. Lalu mau apa dengan dengan keadaan ini? 

Iya, sudahlah. Itu kenyataan. Pengalamanku melakukan trading forex yang sejak tahun 2007 mulai kuperdalam dan di sinilah titik awal bagiku dalam hidupku untuk memulai sesuatu yang akan mengubah hidupku. Bila sejak tahun 2007 – 2008 hanya sebagai proses belajar kini, saya melihat peluang untuk trading sebagai peluang baru yang bisa membuat kami sekeluarga benar-benar hidup. Benar saja, bahwa dari hari ke hari saya makin konsisten dalam trading hasil tradingnya makin baik dari biasanya. Saya makin percaya diri dan melihat trading forex ini sebagai pekerjaan tetap saya. Hasilnya pun sungguh-sungguh lebih baik dibandingkan dengan waktu saya masih membuka rental komputer. Terbukti, bahwa dalam trading forex bila dijalankan dengan sungguh-sungguh, sabar, tekun maka dalam waktu singkat incomenya pasti melebihi pekerjaan offline apapun yang sudah dilakukan selama bertahun-tahun. Saya percaya dengan trading forex. Trading forex merupakan sebuah shortcut to money. Bertahun-tahun lamanya saya berjuang untuk memberi nilai pada suatu produk atau jasa menjadi uang, kini saya bisa mendapatkan uang secara langsung hanya dengan duduk di depan komputer untuk melakukan trading forex dan memperoleh uang hanya dalam hitungan menit. 

Pindah kontrakan ke tempat yang sepi pengunjung ternyata telah menjadi sebuah rejeki dan peluang besar yang membuka kemungkinan bagiku untuk melihat trading forex sebagai pekerjaan dan pegangan hidupku. Trading forex for a living, itulah yang kini menjadi motto hidupku. 

Saya senang untuk membagi pengalamanku melakukan trading forex dengan siapa saja yang berminat untuk merasakan pengalaman trading forex yang nantinya akan menjadi pegangan hidupnya sampai kapanpun. 

@@@@@ 

Pertimbangkanlah secara matang bila anda akan memulai trading forex. Forex trading memiliki tingkat resiko yang sangat tinggi. Anda bisa kehilangan dana dalam jumlah besar bahkan hingga seluruhnya. Kami tidak bertindak atas nama pialang berjangka manapun dalam melakukan trading forex.